Kamis, 12 Oktober 2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seorang guru harus mempunyai sifat
dan etika yang baik dengan siswanya, agar dalam kegiatan belajar ilmmu yang di
transfer oleh guru kepada muridnya akan di terima dan difahami lebih cepat,
oleh karena etika pda diri seorang guru sangatlah penting, karena dapat
mempengaruhi psikologi dan mental anak didik yang di didiknya, dengan seperti
itu seorang guru harus menempatkan dirinya dengan etika-etika yang baik, agar
mampu berkomunikasi dengan baik dan memberikan pemahaman yang memahamkan.
Untuk mendapatkan hasil
yang optimal maka seorang guru harus memiliki etika terhadap anak didik, karena
seorang guru memiliki tangung jawab yang besar,
tanggung jawab pendidik terjadi karena adanya sifat tergantung dari anak, akan membutuhkan bantuan atau pertolongan dari pendidik. Maka etika terhadap anak didik sangat perlu agar antara pendidik dengan anak didik tidak terjadi keseimbangan.
tanggung jawab pendidik terjadi karena adanya sifat tergantung dari anak, akan membutuhkan bantuan atau pertolongan dari pendidik. Maka etika terhadap anak didik sangat perlu agar antara pendidik dengan anak didik tidak terjadi keseimbangan.
Kemajuan dan
perkembangan pendidikan sejalan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
perubahan akhlak pada anak sangat dipengaruhi oleh pendidikan formal, informal
dan non-formal, dalam hal ini guru dituntut untuk membuat dan menjaga akhlak
anak didiknya agar mempunyai akhlak yang mulia dengan cara memberikan contoh
etika yang baik seperti yang di lakukan Rosulullah saw.
1.2 Rumusan
Masalah
A. Apa saja hadits yang berkaitan dengan etika guru terhadap siswa?
B. Bagaimana etika guru terhadap siswa?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hadis Yang
Berkaitan dengan Etika
Guru Terhadap Siswa
a. Pendidik Harus Adil
عَنِ
النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " اعْدِلُوا بَيْنَ أَبْنَائِكُمْ، اعْدِلُوا بَيْنَ أَبْنَائِكُم
“Dari
Nu’man bin Basyir, ia berkata bahwa Rosulullah saw bersabda, “Berlaku adilah
kamu di antara anak-anakmu! Berlaku adilah kamu di antara anak-anakmu!”(HR.
An-Nasa’i dan Al-Baihaqi)
b. Pendidik Harus Berniat Ikhlas
عن عمر ابن
الخطاب رضى الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: إِنَّمَا
الأَعْمَاُلُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ ماَّنَوَى، فَمَنْ كَانَتْ
هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إَلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ،
وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَو امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا
فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَاهَاجَرَ إِلَيْه ) رواه البخارى
ومسلم (
“Umar bin
khotob ra. Berkata, “Aku mendengar Rosulullah saw bersabda, “setiap amal
perbuatan harus disertai dengan niat, balasan bagi setiap amal manusia sesuai
dengan apa yang diniatkan. Barangsiapa yang berhijrah untuk mengharapkan dunia
atau seorang perempuan untuk dinikahi, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang
diniatkan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
c. Pendidik Harus Berlaku Dan Berkata Jujur
عن عمر بن
الخطاب ... قاَلَ
فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ قاَلَ ماَ المْسَؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ
السَّاِئلِ.... رواه البخارى ومسلم.
“Umar bin
khotob meriwayatkan, “.... Jibril berkata lagi, “beritahukan kepadaku tentang
hari kiamat. Rosulullah menjawab, tentang masalah ini , saya tidak lebih tahu
dari engkau” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
d. Pendidik
Harus Lemah Lembut Dan Kasih Sayang
عَنْ أَبِي
سُلَيْمَانَ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ أَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ 4مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ
عِشْرِينَ لَيْلَةً فَظَنَّ أَنَّا اشْتَقْنَا أَهْلَنَا وَسَأَلَنَا عَمَّنْ
تَرَكْنَا فِي أَهْلِنَا فَأَخْبَرْنَاهُ وَكَانَ رَفِيقًا رَحِيمًا فَقَالَ
ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَصَلُّوا كَمَا
رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي وَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ
أَحَدُكُمْ ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ .
) رواه البخارى(
“Abu Sualiman Malik ibn al-Huwayris
berkata: Kami, beberapa orang pemuda sebaya datang kepada Nabi saw.,
lalu kami menginap bersama beliau selama 20 malam. Beliau menduga bahwa
kami telah merindukan keluarga dan menanyakan apa yang kami tinggalkan pada
keluarga. Lalu, kami memberitahukannya kepada Nabi. Beliau adalah seorang yang
halus perasaannya dan penyayang lalu berkata: “Kembalilah kepada keluargamu!
Ajarlah mereka, suruhlah mereka dan salatlah kamu sebagaimana kamu melihat saya
mengerjakan salat. Apabila waktu salat telah masuk, hendaklah salah seorang
kamu mengumandangkan azan dan yang lebih senior hendaklah menjadi imam”. (HR.
Al-Bukhori).[7]
2.2 Etika Guru Terhadap Siswa Dalam Perspektif Hadis
Guru adalah seorang yang bertanggung jawab membimbing
anak untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu beriman dan bertakwa kepada Allah
SWT. Dengan menjalankan setiap kebaikan dan meninggalkan setiap keburukan.
Pendidik bertugas menunjukan hal-hal yang baik untuk di contoh, oleh karena itu
seorang pendidik harus mempunyai etika yang baik yang bisa menjadi contoh untuk
anak didiknya. Di antara etika guru terhadap siswa antara lain :
a. Guru
bersikap Adil.
Dalam hadis telah ditegaskan oleh Rosulullah saw yang
memerintahkan kepada para sahabat (umatnya) agar berlaku adil terhadap
anak-anaknya. Dalam konteks pendidikan, peserta didik adalah anak si pendidik.
Dengan demikian, pendidik wajib berlaku adil dalam berbagai hal terhadap
peserta didiknya.
Muhammad
Athiyah Al-Abrasyi menegaskan agar pendidik harus memiliki sifat-sifat
keadilan, kesucian, dan kesempurnaan. Keadilan pendidik terhadap peserta didik
mencakup dalam berbagai hal, seperti memberikan perhatian, kasih sayang,
pemenuhan kebutuhan, bimbingan, pengajaran, dan pemberian nilai. Apabila sifat
ini tidak dimiliki oleh seorang pendidik, maka ia tidak akan disenangi oleh
peserta didiknya; dan apabila terjadi proses pembelajaran, maka tidak akan
mendapatkan hasil yang optimal.
b. Guru harus berniat ikhlas
Pendidik hendaknya membebaskan niatnya, semata-mata
untuk Allah dalam seluruh pekerjaan edukatifnya;baik berupa perintah, larangan,
nasihat, pengawasan, maupun hukuman. Buah yang dipetiknya adalah ia akan melaksanakan
metode pendidikan, mengawasi anak secara edukatif terus menerus, di samping
mendapat pahala dan keridhoan Allah SWT. Ikhlas dalam perkataan dan perbuatan
adalah sebagai dari asas iman dan keharusan islam. Allah SWT tidak akan
menerima perbuatan tanpa dikerjakan secara ikhlas.
Mengapa pendidik harus memiliki niat yang ikhlas?
Dengan keikhlasan karena Allah, pendidik dalam melaksanakan tugasnya akan
mendapatkan kemudahan. Karena sasaran pendidikan adalah hati. Apa yang
diberikan dengan hati akan di diterima oleh hati dengan baik. Dengan demikian,
proses pendidikan akan mencapai hasil yang optimal. Selain itu yang tidak kalah
pentingnya semua proses pendidikan yang diberikan oleh pendidik dengan ikhlas
akan dihitung sebagai ibadah kepada Allah. Jadi, sangat rugi jika melaksanakan
tugas kependidikan tugas kependidikan tanpa disertai niat yang ikhlas.
Selain bersifat ikhlas, pendidik harus mengajar
peserta didik untuk berbuat ikhlas, baik dalam perilaku sehari-hari maupun
dalam proses belajar. Semuanya itu harus mereka laksanakan dengan ikhlas, demi
mendapatkan ridha dari Allah SWT. Jangan sampai, perbuatan tersebut dilandaskan
pada sifat munafik, riya, atau hanya ingin mendapatkan rasa terimakasih dan
pujian dari orang-orang.
Segala
bentuk pekerjaan dinilai sesuai dengan niat pelakunya. Oleh sebab itu, proses
pendidikan dapat bernilai ibadah apabila orang yang melaksanakanya mempunyai
niat yang ikhlas. Agar mendapat pahala, pendidik harus mendidik atau mengajar
dengan niat mengerjakan perintah Allah SWT dan mengharapkan ridha-Nya.
Niat merupakan salah satu motivasi intrinsik (dorongan
yang berada di dalam diri seseorang). Motivasi ini sangat besar pengaruhnya
terhadap hasil pekerjaan seseorang. Oleh sebab itu, dalam kegiatan belajar
mengajar, pendidik dan peserta didik harus mempunyai motivasi yang benar.
c. Guru harus berlaku dan berkata jujur
Seorang pendidik harus bersifat
jujur kepada peserta didiknya sebagaimana yang ditunjukan oleh Nabi saw. Dalam
hadis di atas dikatakan bahwa ketika Nabi saw ditanya oleh malaikat Jibril
tentang hari kiamat, beliau menjawab, “saya tidak lebih tahu daripada engkau.”beliau
tidak mentang-mentang sebagai Rosulullah lalu menjawab semua yang ditanyakan
kepadanya. Beliau tidak segan-segan mengatakan tidak tahu, apabila yang
ditanyakan seseorang memang tidak diketahui jawabanya. Inilah sifat yang harus
dimiliki oleh setiap pendidik.
Seorang ilmuan, guru, dan pendidik harus bersifat
jujur dan terbuka. Apabila ditanya seseorang tentang suatu hal yang tidak
diketahuinya, ia harus berani mengatakan tidak tahu, jangan bergaya serba
tahu,. Jangan mengada-ada untuk menjaga gengsi keilmuan.
d. Guru harus bersifat lemah lembut dan
kasih sayang
Rosulullah selalu mengajarkan para
sahabat dengan lemah lembut dan juga penyayang. Menurut Ahmad Musthofa Al-Mghi
menjelaskan, andaikata engkau (Muhammad) bersikap kasar dan galak dalam
muamalah dengan mereka (kaum muslimin), niscaya mereka akan bercerai (bubar)
meninggalkan engkau dan tidak menyenangimu. Dengan demikian, engkau tidak dapat
menyampaikan hidayah dan bimbingan kepada mereka ke jalan yang lurus.
Berdasarkan tafsir ini, seorang pendidik harus memiliki rasa santun kepada
setiap peserta didiknya, jika tidak, maka sikap kasar itu akan menjadi
penghalang baginya untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menurut Al-Knani kode etik guru
ditengah-tengah muridnya sebagaimana dikutip oleh Ramayulis sebagai berikut:
1 . Guru
hendaknya mengajar dengan niat mengaharapkan ridha Allah, menyebarkan ilmu, menghidupkan syara’menegakkan kebenaran, dan melenyapkan kebatilan serta
memelihara kemaslahatan umat.
2 . Guru
hendaknya tidak menolak untuk mengajar murid yang tidak mempunyai niat tulus
dalam belajar.
3. Guru
hendaknya mencintai muridnya seperti ia mencintai dirinya sendiri. Artinya,
seorang guru hendaknya mengganggap bahwa muridnya itu adalah merupakan bagian
dari dirinya sendiri(bukan orang lain).
4. Guru
hendaknya memotivasi murid untuk mencari ilmu seluas mungkin.
5. Guru
hendaknya mempunyai pelajaran dengan
bahasa yang mudah dan berusaha agar muridnya memahami pelajaran. Artinya,
seorang guru harus memahami kondisi murid-muridnya dan mengetahui tingkat kemampuannya
dalam berbahasa.
6. Guru
hendaklah melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar-mengajar yang
dilakukannya. Hal ini dimaksudkan agar guru selalu memperhatikan tingkat
pemahaman siswanya dan pertambahan ilmu yang diprolehnya.
7. Guru
hendaknya bersikap adil terhadap muridnya. Hal ini pernah diingatkan oleh Allah
dalam Firman-Nya, artinya sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan
berbuat kebaikan” (Q.S An-Nahl : 90).
8. Guru
hendaknya berusaha membantu memenuhi kemaslahatan murid, baik dengan kedudukan
maupun dengan hartanya.
9. Guru
hendaknya terus memantau perkembangan murid, baik intelektual maupun akhlaknya.
Murid yang soleh akan menjadi “tabungan bagi guru baik di dunia, maupun
akhirat”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika guru terhadap siswa yaitu
suatu adat kebiasaan/akhlak seseorang guru yang memiliki tanggung jawab
membentuk karakter anak didik yang masih memerlukan bimbingan dan arahan.
Pendidikan sekolah merupakan lanjutan dari pendidikan yang berlangsung di
dalam rumah tangga, dan berperan dalam sekolah ialah guru. Guru adalah sebagai
pendidik dan orang dewasa, maka dan tingkah laku dan perbuatannya akan berkesan
di hati anak, dan akan diusahakanya untuk mencontoh dan meniru guru tersebut.
Anak menganggap bahwa segala perbuatan dan tingkah laku guru adalah baik,
maka ia suka untuk mencontoh perbuatan atau tingkah laku tersebut. Kepribadian
dapat dianggap sebagai keseluruhan karakteristik (tingkah laku) dan ciri-ciri
dari kepribadian seseorang. Kepribadian meliputi tingkah laku, kecerdasan,
sikap, minat kecakapan, pengetahuan, tabiat, dan sebagainya yang merupakan
perwujudan tingkah laku. Etika guru terhadap siswa menurut perspektif hadis ini
yaitu :
1. Guru bersikap Adil
2. Guru harus berniat ikhlas
3. Guru harus berlaku dan berkata jujur
4. Guru harus bersifat lemah lembut dan
kasih sayang
B. Saran
Sebagai calon guru pendidikan agama
islam diharapkan mahasiswa mampu memahami dan mengimplementasikan etika guru
terhadap siswa yang terdapat pada makalah ini, sehingga guru-guru masa depan
bisa lebih memperhatikan etikanya sebagai guru, karena sebagai guru tentu
setiap perilaku dan sifat kita akan di contoh oleh anak didik.
DAFTAR
PUSTAKA
Beni Ahmad Saebani, Ilmu Akhalak, ( Cet, II; Bandung, Puataka Setia, 2012
Bukhori
Umar,hadis Tarbawi, pendidikan dalam perspektif Hadis, (cet. Ke I,
Jakarta, Amzah,2012
Abu Ahmadi
dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, ( Cet. ke II,
Jakarta, PT Rineka Cipta, 2006
Isjoni, guru
sebagai motivator perubahan, (Cet, III; Yogyakarta, pustaka
pelajar,2009